APLIKASI KULTUR JARINGAN PADA PERBANYAKAN BUNGA POTONG
Thursday, 5 February 2009
ABSTRAK
Saat ini, konsumen lebih menyukai bunga potong seperti anggrek, gladiol, krisan, lili, sedap malam dan anthurium untuk acara yang spesial. Permintaan bunga potong yang semakin meningkat memerlukan ketersediaan benih yang bermutu. Perbanyakan tanaman bunga potong oleh petani menggunakan benih, umbi, stek dan sambungan mata tempel. Benih yang dihasilkan relatif sedikit dengan waktu lama dan tidak seragam. Teknologi kultur jaringan merupakan salah satu alternatif untuk menggantikan perbanyakan tanaman bunga potong yang dilakukan petani selama ini. Teknologi tersebut dilakukan di dalam laboratorium dengan ruang yang steril dengan mengkulturkan sebagian kecil dari bagian tanaman untuk menghasilkan tanaman secara lengkap di dalam botol kultur. Manfaat teknologi kultur jaringan antara lain dapat menghasilkan bibit bermutu yang seragam dalam jumlah banyak dan waktu relatif lebih cepat. Tahapan kegiatan kultur jaringan antara lain: Tahap Inisiasi, Tahap penggandaan tunas, Tahap pengakaran, Tahap Aklimatisasi dan Tahap penanaman di lapang. Keberhasilan setiap Tahapan tergantung pada pemilihan media tumbuh dan penambahan zat pengatur tumbuh yang tepat. Setiap jenis maupun varietas tanaman memerlukan pemilihan eksplan, media tumbuh dan zat pengatur tumbuh yang berbeda-beda.
Kata kunci : perbanyakan tanaman, kultur jaringan, bunga potong, eksplan.
Perhatian pemerintah dan masyarakat terhadap komoditi hortikultura mengalami peningkatan yang cepat. Hal ini terjadi seiring dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, kesejahteraan hidup dan kesadaran akan pentingnya komoditi hortikultura. Disamping itu juga disebabkan semakin mendesaknya kebutuhan pasar, untuk pangsa pasar luar negeri yang mengalami peningkatan sebesar $ 9.158.820 pada tahun 1999 (Anonimous, 2000). Kondisi seperti ini perlu disikapi secara bijaksana dengan mendayagunakan sumber daya alam secara optimal.
Beberapa komoditas bunga potong yang menjadi andalan Propinsi Jawa Timur saat ini antara lain: Mawar, Krisan, Anggrek, Gladiol, Lily, Sedap malam dan Anthurium. Jawa Timur merupakan salah satu wilayah pemasok konsumen tanaman hias secara Nasional selain Jawa Tengah dan Jawa Barat. Permintaan bunga potong Mawar, Gladiol dan Lily masing-masing menduduki peringkat 1, 5 dan 9 (Effendi, 1994).
Bunga potong sebagai salah satu komoditas pertanian yang mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi, telah diusahakan secara komersial sejak lama dalam upaya memenuhi permintaan yang semakin meningkat. Permintaan nasional akan tanaman hias dan bunga potong meningkat tidak kurang dari 10% setiap tahunnya (Soetopo, 1989 dalam Effendie, 1994). Meningkatnya permintaan ini sejalan dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang memberikan peluang besar untuk pengembangan usahatani dan pemasaran tanaman hias serta bunga potong.
. Permintaan bunga potong semakin meningkat pada saat menjelang Idul Fitri, Hari
Mengingat manfaat bunga yang demikian besar, sudah saatnya memproduksi bunga yang berkualitas. Indikasi ini terlihat dari permintaan konsumen terhadap bunga potong bukan saja terjadi pada hari-hari besar tetapi kini bunga potong dibutuhkan hampir setiap hari (Sanjaya, 1996). Permintaan pasar sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas komoditas yang dihasilkan petani. Konsumen akan cenderung memilih produk yang mempunyai kualitas lebih tinggi, yang tersedia di pasar, hal ini akan merugikan petani apabila ketersediaan varietas unggul di tingkat petani tidak disediakan dan terdesak oleh komoditas import.
Salah satu kendala yang dihadapi petani bunga potong antara lain ketersediaan bibit yang bermutu. Bibit yang bermutu adalah bibit yang mempunyai sifat unggul dan seragam. Metode perbanyakan bunga potong yang dilakukan oleh petani saat ini masih menggunakan teknologi pebanyakan melalui benih, umbi, stek dan sambungan mata tempel. Perbanyakan menggunakan benih akan menghasilkan tanaman dengan keragaman yang tinggi, sedangkan perbanyakan menggunakan umbi, stek, dan mata tempel akan menghasilkan tanaman yang mempunyai sifat sama dengan induknya tetapi bibit yang dihasilkan relatif sedikit dan memerlukan waktuyang lama. Teknologi tersebut ternyata belum mampu menjawab tantangan untuk mengantisipasi berkembangnya agribisnis bunga potong. Salah satu alternatif yang mampu menjawab tantangan tersebut adalah dengan menggunakan teknologi perbanyakan secara kultur jaringan (in vitro).
TEKNOLOGI KULTUR JARINGAN
Kemajuan di bidang pertanian dalam dua dasawarsa terakhir di
Pada prinsipnya kultur jaringan merupakan dua kegiatan utama: yang pertama yaitu mengisolasi atau memisahkan bagian tanaman dari tanaman induk dan yang ke dua yaitu menumbuhkan dan mengembangkan bagian tanaman tersebut di dalam media yang kondisinya steril dan mampu mendorong pertumbuhan bagian tanaman menjadi tanaman yang sempurna.
Dasar dari metode tersebut adalah teori Schwan dan Schleiden yang mempunyai konsep “totipotency” (total genetic potential), yang artinya: setiap sel mempunyai potensi genetik yang menurunkan tanaman baru yang sama seperti induknya, atau setiap sel tanaman akan menjadi tanaman lengkap jika ditumbuhkan pada media yang sesuai. Perbanyakan tanaman melalui metode atau teknik kultur jaringan dapat menghasilkan tanaman yang serupa dengan induknya atau tanaman yang mempunyai sifat baru dari tanman induknya. Hal ini tergantung dari tujuan dan teknik yang dilakukan. Bagian yang diisolasi dan ditumbuhkan jika berasal dari bagian vegetatif maka akan menghasilkan tanaman yang serupa dengan induknya, sedangkan jika berasal dari bagian generatif maka akan menghasilkan tanaman yang mempunyai sifat berbeda dengan tanaman induknya.
Manfaat perbanyakan tanaman dengan teknologi kultur jaringan antara lain: mampu menghasilkan tanaman yang seragam, bebas penyakit (virus), waktu yang dibutuhkan relatif singkat, dapat dilakukan kapan saja dan dapat mengasilkan tanaman dalam jumlah banyak.
0 comments:
Post a Comment