Bahan Pemadat dan Bahan Lain Dalam Media Kultur Taringan Tanaman
Tuesday, 24 March 2009
BAHAN PEMADAT
Agar
Bahan pemadat yang paling banyak digunakan adalah agar. Keuntungan dari pemakain agar adalah :
1. Agar membeku pada temperatur ≤ 45o C dan mencair pada temperature 100o C, sehingga dalam kisaran temperatur kultur, agar akan berada dalam keadaan beku yang stabil.
2. Tidak dicerna oleh enzim yang dihasilkan oleh jaringan tanaman.
3. Tidak bereaksi dengan persenyawaan-persenyawaan penyusun media.
Agar merupakan campuran polisakharida yang diperoleh dari beberapa spesies Algae. Dalam analisa unsur diperoleh data, bahwa kandungan agar meliputi unsur Ca, Mg, K, dan Na dalam jumlah yang sedikit (Debergh, (1982 dalam Gunawan 1988). Kekentalan media pada umumnya meningkat secara linier oleh pertambahan konsentrasi agar. Kekentalan media juga dipengaruhi oleh :
a. Merek agar yang digunakan, merek agar yang berbeda, memberikan kekentalan yang sedikit berbeda walaupun beratnya sama.
b. pH media.
c. Penambahan arang aktif. Arang aktif 0.8-1 g/l menghambat pembekuan agar (Horner et al (1977 dalam George & Sherrington, 1984).
Agar
Bahan pemadat yang paling banyak digunakan adalah agar. Keuntungan dari pemakain agar adalah :
1. Agar membeku pada temperatur ≤ 45o C dan mencair pada temperature 100o C, sehingga dalam kisaran temperatur kultur, agar akan berada dalam keadaan beku yang stabil.
2. Tidak dicerna oleh enzim yang dihasilkan oleh jaringan tanaman.
3. Tidak bereaksi dengan persenyawaan-persenyawaan penyusun media.
Agar merupakan campuran polisakharida yang diperoleh dari beberapa spesies Algae. Dalam analisa unsur diperoleh data, bahwa kandungan agar meliputi unsur Ca, Mg, K, dan Na dalam jumlah yang sedikit (Debergh, (1982 dalam Gunawan 1988). Kekentalan media pada umumnya meningkat secara linier oleh pertambahan konsentrasi agar. Kekentalan media juga dipengaruhi oleh :
a. Merek agar yang digunakan, merek agar yang berbeda, memberikan kekentalan yang sedikit berbeda walaupun beratnya sama.
b. pH media.
c. Penambahan arang aktif. Arang aktif 0.8-1 g/l menghambat pembekuan agar (Horner et al (1977 dalam George & Sherrington, 1984).
Dalam perbanyakan komersial dan percobaan-percobaan yang tidak dimaksudkan untuk mempelajari metabolisme sel, penggunaan agar murni bukan suatu keharusan mengingat harga agar murni sangat tinggi. Bahan-bahan yang tidak diinginkan dari agar, dapat dihilangkan dengan cara perendaman dalam aquadest selama 24 jam. Agar kemudian dibilas dengan ethanol dan dikeringkan dalam oven pada 60o C selama 24 jam.
Konsentrasi agar yang diberikan berkisar antara 0.6-1.0 %. Konsentrasi agar yang terlalu tinggi dapat mengurangi difusi persenyawaan dari dan ke arah eksplan sehingga pengambilan hara dan zat tumbuh berkurang, sedangkan zat penghambat dari eksplan tetap berkumpul di sekitar eksplan (Deberg, (1982 dalam Gunawan 1988).
Selain agar, akhir-akhir ini dikembangkan juga zat pemadat lain yang juga merupakan polisakharida, tetapi diisolasi dari mikroorganisme jenis yang lain. Gelrite yang diproduksi oleh Kelco, merupakan polisakharida yang dihasilkan dari bakteri Pseudomonas sp.
Beberapa sifat gelrite yang berlainan dengan agar adalah:
1. Gelrite membentuk gel yang lebih bening dari agar.
2. Untuk mencapai kekentalan gel tertentu, pemakaian gelrite lebih rendah dari agar, pada umumnya konsentrasinya hanya 2 gram/l media, Namun kekentalan gel dari gelrite sangat dipengaruhi oleh kehadiran garam-garam seperti NaCl, KCl, MgCl2, 6H2O dan CaCl2. Garam NaCl dan KCl menurunkan kekentalanan gel, tetapi MgCl2 dan CaCl2 meningkatkan kekentalan gel.
Arang Aktif (Charcoal)
Arang aktif atau charcoal adalah arang yang sudah dipanaskan selama beberapa jam dengan menggunakan uap atau udara panas (George & Sherrington, 1984). Bahan ini mempunyai sifat adsorpsi yang sangat kuat. Arang aktif dapat ditambahkan ke dalam media pada berbagai tahap perkembangan kultur. Bahan ini dapat ditambahkan pada media inisiasi, media regenerasi, atau media perakaran.
Penambahan arang aktif dapat membantu pertumbuhan perkembangan kultur, tergantung dari jenis kulturnya. Secara umum, pengaruh arang aktif adalah sebagai berikut:
1. Mengadsorpsi persenyawaan-persenyawaan toxic yang terdapat dalam media yang dapat menghambat pertumbuhan kultur, seperti :
a. Persenyawaan-persenyawaan fenolik dari jaringan yang terluka waktu inisiasi.
b. Persenyawaan 5-hidroksimetil furfural yang diduga terbentuk dari gula yang berada dalam larutan asam lemah dan mengalami pemanasan dengan tekanan tinggi (Nitsch et al, 1968 dalam Gunawan 1988).
2. Mengadsorpsi zat pengatur tumbuh sehingga:
a. Mencegah pertumbuhan kalus yang tidak diinginkan, seperti dalam androgenesis dan pucuk yang ingin diakarkan.
b. Membantu embryogenesis kultur dalam media regenerasi tanpa auksin, mungkin dengan bertindak sebagai sink yang menarik auksin dari dalam sel sehingga embryogenesis dapat terjadi (Drew, (1979 dalam George & Sherringtone, 1984).
3. Merangsang perakaran dengan mengurangi tingkat cahaya yang sampai ke bagian eksplan yang terdapat dalam media.
Arang aktif ditambahkan dengan konsentrasi yang bervariasi yakni 0.5-6 %, tergantung dari tujuan. Dalam media yang ditambahkan arang aktif, harus diusahakan agar arang aktif terbagi rata dalam media. Sesudah sterilisasi dalam autoklaf botol media harus sering dikocok sampai agar mulai membeku. Bila tidak diadakan pengocokan, maka hampir semua arang aktif berada di lapisan bawah media.
pH Media
Faktor penting lain adalah pH yang harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu fungsi membran sel dan pH dari sitoplasma. Pengaturan pH selain memperhatikan kepentingan fisiologi sel, juga harus mempertimbangkan faktor-faktor :
1. Kelarutan dari garam-garam penyusun media
2. Pengambilan (uptake) dari zat pengatur tumbuh dan garam-garam lain
3. Efisiensi pembekuan agar.
Sel-sel tanaman membutuhkan pH yang sedikit asam berkisar antara 5.5-5.8 (Gamborg dan Shyluk, 1981). Tanaman Ericaceae seperti Rhododendron pengaturan pH, biasa dilakukan dengan menggunakan NaOH (atau kadang-kadang KOH) atau HCl pada waktu semua komponen sudah dicampur, beberapa saat sebelum disterilkan dengan autoklaf. Sekalipun media sudah ditetapkan, seringkali setelah sterilisasi pH-nya berubah. Pada umumnya terdapat penurunan pH setelah distrerilkan dalam autoklaf. Untuk mencapai pH sekitar 5.7-5.9, Nann dkk. (dalam George dan Sherrington, 1984) membuat pH 7.0 dalam media yang belum disterilkan.
Untuk menghindarkan perubahan pH yang cukup besar. Murashige dan Skoog menyarankan agar dilakukan pemanasan untuk melarutkan agar-agar dan memanaskan media didalam autoklaf selama beberapa menit, baru diadakan penetapan media disterilkan dalam autoklaf. Dalam wadah yang besar, media disterlkan dan kemudian dititrasi dengan NaOH/HCl steril sampai pH yang diinginkan. Setelah itu media dituang ke dalam wadah kultur steril yang telah dipersiapkan di dalam laminar air flow cabinet.
Buffer (chelating agent)
Penambahan asam amino seringkali juga bersifat sebagai buffer organik. Penambahan KH2PO4 sendiri tidak efektif sebagai buffer. Banyak peneliti terdahulu seperti Tausson dan Kordan (George & Sherringtone, 1984) menyarankan untuk menambahkan Fe SO4 dan Na-EDTA dalam media untuk bertindak sebagai buffer.
0 comments:
Post a Comment