Macam-Macam Mikropropagasi
Sunday, 29 March 2009
Macam-macam Mikropropagasi
1. Produksi Tanaman dari Tunas-tunas Aksilar.
Produksi tanaman dengan merangsang terbentuknya tunas-tunas aksilar merupakan teknik mikropropagasi yang paling umum dilakukan. Ada 2 metode produksi tunas aksilar yang dilakukan yaitu (1) kultur pucuk (shoot culture atau shoot-tip culture) dan (2) kultur mata tunas (satu mata tunas: single-node culture; lebih dari satu mata tunas: multiple-node culture). Kedua teknik kultur ini berdasarkan pada prinsip perangsangan terbentuknya atau munculnya tunas-tunas samping dengan cara mematahkan dominasi apikal dari meristem apikal.
2. Kultur Pucuk (Shoot Culture atau Shoot-Tip Culture).
Kultur Pucuk (Shoot culture) adalah teknik mikropropagasi yang dilakukan dengan cara mengkulturkan eksplan yang mengandung meristem pucuk (apikal dan lateral) dengan tujuan perangsangan dan perbanyakan tunas-tunas/cabang-cabang aksilar. Tunas-tunas aksilar tersebut selanjutnya diperbanyak melalui prosedur yang sama seperti eksplan awalnya dan selanjutnya diakarkan dan ditumbuhkan dalam kondisi in vivo.
1. Produksi Tanaman dari Tunas-tunas Aksilar.
Produksi tanaman dengan merangsang terbentuknya tunas-tunas aksilar merupakan teknik mikropropagasi yang paling umum dilakukan. Ada 2 metode produksi tunas aksilar yang dilakukan yaitu (1) kultur pucuk (shoot culture atau shoot-tip culture) dan (2) kultur mata tunas (satu mata tunas: single-node culture; lebih dari satu mata tunas: multiple-node culture). Kedua teknik kultur ini berdasarkan pada prinsip perangsangan terbentuknya atau munculnya tunas-tunas samping dengan cara mematahkan dominasi apikal dari meristem apikal.
2. Kultur Pucuk (Shoot Culture atau Shoot-Tip Culture).
Kultur Pucuk (Shoot culture) adalah teknik mikropropagasi yang dilakukan dengan cara mengkulturkan eksplan yang mengandung meristem pucuk (apikal dan lateral) dengan tujuan perangsangan dan perbanyakan tunas-tunas/cabang-cabang aksilar. Tunas-tunas aksilar tersebut selanjutnya diperbanyak melalui prosedur yang sama seperti eksplan awalnya dan selanjutnya diakarkan dan ditumbuhkan dalam kondisi in vivo.
Istilah yang digunakan untuk teknik kultur pucuk ini tergantung dari eksplan yang digunakan. Jika eksplan yang digunakan adalah ujung pucuk-pucuk apikal (panjang ± 20 mm) saja maka tekniknya disebut sebagai “Shoot-tip Culture”, namun bila eksplan yang digunakan adalah ujung pucuk apikal beserta bagian tunas lain dibawahnya disebut debagai “Shoot Culture”. Besar kecilnya eksplan yang digunakan mempengaruhi keberhasilan kultur pucuk. Semakin kecil eksplan, semakin kecil kemungkinannya untuk terkontaminasi oleh mikroorganisme namun semakin kecil juga kemampuannya untuk beregenerasi dan memperbanyak diri. Sebaliknya, semakin besar eksplan yang digunakan maka semakin besar kemampuannya untuk beradaptasi dalam kondisi in-vitro, namun makin besar juga kemungkinannya untuk terkontaminasi, makin banyak kebutuhannya akan media dan makin besar wadah/botol kultur yang diperlukan. Oleh karena itu perlu diketahui ukuran eksplan yang sesuai untuk masing-masing varietas dan spesies tanaman.
Pertumbuhan pucuk, inisiasi dan perbanyakan tunas aksilar yang dihasilkan umumnya dirangsang dengan cara menambahkan hormon pertumbuhan (umumnya sitokinin) ke dalam media pertumbuhannya. Perlakuan ini dapat merangsang pertumbuhan tunas samping dan mematahkan dominasi apikal dari pucuk yang dikulturkan. Selain itu, dominasi apikal juga dapat dihilangkan dengan perlakuan-perlakuan lain misalnya pemangkasan daun-daun yang terdapat pada buku-buku tunas atau meletakkan eskpan dalam posisi horisontal (Gambar 2). Tunas-tunas aksilar yang dihasilkan selanjutnya digunakan sebagai stek miniatur bagi proses perbanyakan berikutnya. Dengan teknik ini dan dibarengi dengan sub kultur dapat diperoleh banyak sekali plantet dari satu eksplan. Dengan membatasi jumlah sub kultur sampai maksimal 8 – 10 kali dapat diperoleh klon tanaman yang “true-to-type”. Teknik ini telah digunakan secara luas untuk perbanyakan tanaman termasuk tanaman hortikultura seperti pisang, asparagus, anggrek Cymbidium, dll.
3. Kultur Mata Tunas (Single-node atau Multiple-node Culture) ( In-vitro Layering).
Kultur mata tunas ini merupakan salah satu teknik in-vitro yang digunakan untuk perbanyakan tanaman dengan merangsang munculnya tunas-tunas aksilar dari mata tunas yang dikulturkan. Seperti halnya kultur pucuk, eksplan yang digunakan dalam kultur mata tunas dapat berasal dari tunas lateral, tunas samping atau bagian dari batang yang mengandung satu atau lebih mata tunas (mengandung satu atau lebih buku). Dikenal dua teknik kultur mata tunas yaitu (1) eksplan yang mengandung mata tunas lebih dari satu ditanam secara horisontal di atas medium padat (teknik in-vitro layering) atau (2) tiap buku yang mengandung satu mata tunas dipotong-potong dan ditanam secara terpisah dalam tiap-tiap botol kultur.
Seperti halnya teknik kultur pucuk, pertumbuhan tunas-tunas aksilar juga berdasarkan pada prinsip pematahan dominasi apikal. Oleh karena itu, pertumbuhan tunas-tunas aksilar ini terjadi jika eksplan (mata tunas) ditanam pada media yang mengandung sitokinin dalam konsentrasi cukup tinggi sehingga sitokinin ini dapat menghentikan dominasi pucuk apikal dan menyebabkan berkembangnya tunas-tunas aksilar. Tunas aksilar yang terbentuk selanjutnya dipisah-pisahkan dan dapat langsung ditanam pada media pengakaran sehingga diperoleh tanaman baru yang sempurna atau digunakan kembali sebagai bahan tanam untuk perbanyakan selanjutnya. Tunas-tunas tersebut selanjutnya diakarkan dan diaklimatisasi dan selanjutnya ditanam di lapangan. Teknik ini telah lama dan banyak dipergunakan untuk perbanyakan tanaman hortikultura seperti kentang, asparagus, melon, semangka, anggrek, dan banyak lagi lainnya.
4. Induksi pembentukan tunas dari meristem bunga.
Meristem bunga dapat juga dirangsang untuk membentuk tunas-tunas vegetatif dalam kondisi in-vitro. Eksplan yang digunakan adalah inflorescence bunga yang belum matang (immature inflorescences) yaitu yang belum membentuk organ-organ kelamin jantan dan betinanya. Penggunaan infloresence yang telah dewasa akan menghasilkan pembentukan organ bunga bukan kuncup vegetatif. Beberapa contoh tanaman hortikultura yang diperbanyak dengan teknik ini adalah brokoli, kol bunga, krisan dan sugar beat.
5. Inisiasi Langsung Tunas Adventif .
Tunas adventif adalah tunas yang terbentuk dari eksplan pada bagian yang bukan merupakan tempat asal terbentuknya (bukan dari mata tunas atau buku). Tunas-tunas adventif ini dapat terbentuk langsung dari eksplan tanpa melalui proses terbentuknya kalus terlebih dahulu. Teknik ini merupakan salah satu teknik mikropropagasi yang juga banyak dilakukan dan dapat menghasilkan plantlet dalam jumlah jauh lebih banyak dari teknik terdahulu (pembentukan tunas aksilar). Proses pembentukan tunas adventif langsung dari jaringan eksplan seperti akar, pucuk dan bunga disebut organogenesis. Terjadinya organogenesis dipacu oleh adanya komponen-komponen seperti medium, komponen endogen selama eksplan mulai dikulturkan dan senyawa-senyawa yang terbawa selama inisiasi eskplan. Selain itu organogenesis dipacu juga oleh keberadaan zat pengatur tumbuh eksogen di dalam medium. Sebagai contoh rasio antara auxin yang tinggi: sitokinin akan menginduksi eksplan kea rah pembentukan akar pada kalus tanaman tembakau tetapi sebaliknya jika pemberian auxinrendah : sitokinin akan memacu kea rah tunas. Tunas dan akar terbentuk pada beberapa lapis sel tipis pada eksplan beberapa spesies oleh adanya perbedaan konsentrasi antara auxin dan sitokinin. Inisiasi akar dapat dipacu dengan penambahan NAA dan zeatin dan pembentukan tunas dipacu dengan penambahan sitokinin seperti Zeatin atau benzylaminopurine tanpa penambahan auxin. Pada beberapa spesies organogenesis terbentuk pada lapisan epidermal selama kultur in vitro, misalnya pada tanaman Begonia rex (Dodds dan Robert, 1983).
Menurut Torrey (1966 dalam Dodds dan Roberts, 1983) membuat hipotesis bahwa organogenesis dari kalus diinisiasi dengan pembentukan kluster sel-sel meristem (meristemoid) mampu merespon pada factor-faktor dalam jaringan untuk memproduksi primordium. Inisiasi pembentukan akar, tunas dan embrioid juga dipengaruhi oleh factor-faktor internal alamiah.
Beberapa factor yang berpengaruh terhadap rhizogenesis termasuk auxin, karbohidrat, pencahayaan, fotoperiode. Pada beberapa kultur jartingan auxin memacu pembentukan akar, sedangkan adanya auxin eksogen dapat menghambatnya dan rhizogenesis dapat distimulasi oleh anti-auxin.
Keberhasilan pembentukan tunas adventif secara langsung ini sangat tergantung pada bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan serta sangat dipengaruhi oleh spesies atau varietas tanaman asal eskpan tersebut. Pada tanaman yang responsif, hampir semua bagian tanaman (daun, akar, batang, meristem, dll.) dapat dirangsang membentuk organ adventif, namun pada tanaman lainnya tunas adventif ini hanya dapat terbentuk pada bagian-bagian tanaman tertentu saja seperti umbi lapis, embryo atau kecambah.
Seperti halnya teknik mikropropagasi lainnya, tunas adventif secara langsung ini terbentuk melalui serangkaian tahap mulai inisiasi (Tahap 1). Setelah eksplan berada pada kondisi aseptis dan tunas mulai tumbuh, eksplan dapat langsung disubkulturkan ke media perbanyakan (atau media yang sama dengan inisiasi: tergantung varietas) untuk memperbanyak tunas-tunas adventif dari mata tunas adventif yang telah terbentuk pada tahap sebelumnya. Tunas-tunas tersebut selanjutnya dipisahkan, diakarkan dan diaklimatisasi untuk memproduksi tanaman lengkap dan utuh yang dapat tumbuh dalam keadaan alamiah.
Teknik ini telah banyak digunakan secara komersial untuk perbanyakan tanaman-tanaman hortikultura khususnya tanaman-tanaman hias. Contoh tanaman hias yang diperbanyak dengan teknik ini adalah tanaman-tanaman keluarga Gesneriaceae, seperti Achimenes, Saitpaulia, Sinningia dan Streptocarpus. Pada tanaman-tanaman tersebut, tunas langsung terbentuk dari eksplan daun tanpa pembentukan kalus terlebih dahulu.
6. Somatic Embryogenesis Langsung.
Embrio aseksual atau embrio somatik (somatic embryo) adalah embrio yang terbentuk bukan dari penyatuan sel-sel gamet jantan dan betina atau dengan kata lain embrio yang terbentuk dari jaringan vegetatif/somatik. Embrio ini dapat terbentuk dari jaringan tanaman yang dikulturkan tanpa melalui proses yang dikenal dengan nama “somatic embryogenesis”. Jika proses ini terbentuk langsung pada eksplan tanpa melalui proses pembentukan kalus terlebih dahulu, maka prosesnya disebut “somatic embryogenesis langsung (direct somatic embryogenesis)”.
Beberapa jenis tanaman hortikultura (misalnya jeruk) dapat secara alamiah membentuk embryo aseksual ini. Dalam kondisi alamiah, embrio aseksual ini dapat terutama pada tanaman-tanaman yang bisa menghasilkan lebih dari satu embryo pada bijinya misalnya pada jeruk, atau tanaman yang menghasilkan biji-biji vegetatif (apomixis) misalnya pada manggis. Selain itu, embrio aseksual ini dapat juga terbentyuk dari jaringan-jaringan tanaman seperti ovule, jaringan nukleus (nucellar embryoni), jaringan integumun pada ovule (misalnya pada pepaya), jaringan pembungkus biji/mesocaps pada wortel. Tanaman-tanaman tersebut dapat juga membentuk embrio aseksual ini secara in-vitro.
Dalam kondisis in-vitro, embrio aseksual ini dapat terbentuk secara langsung dari eksplan-eskplan embrio (seksual/zygotic) dari golongan monokotil dan dikotil, dari kecambah muda (hipocotyl dan cotyledon), dan bagian eksplan juvenil lainnya. Embrio aseksual ini dapat digunakan sebagai salah satu cara perbanyakan tanaman secara in-vitro. Embrio yang telah terbentuk dapat dimultiplikasi, selanjutnya melalui beberapa proses perkembangan sampai masak dan dapat berkecambah membentuk tanaman utuh. Tanaman ini selanjutnya diaklimatisasi dan ditanam pada kondisi alamiahnya. Teknik ini digunakan untuk perbanyakan beberapa tanaman hortikultura terutama anggrek dimana embrio aseksual (berupa protocorm like body, “plb”) terbentuk dari dari meristem, daun, dll.
0 comments:
Post a Comment