Tahapan Dalam Mikropropagasi

Sunday 29 March 2009

Di atas telah dijelaskan bahwa mikropropagasi dilakukan dalam beberapa tahapan. Tahapan-tahapan ini bukan hanya menjelaskan prosedur mikropropagasi, namun juga menjelaskan saat perubahan pada lingkungan kultur misalnya perubahan komposisi dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam media.
Ada lima tahapan dalam mikropropagasi, yakni:
Tahap 0: tahap persiapan (preparasi).
Tahap 1: tahap induksi (pemacuan).
Tahap 2: tahap multiplikasi (perbanyakan).
Tahap 3: tahap pengakaran.
Tahap 4: tahap transplantasi (pemindahahan) ke media terrestrial.

Tahap 0: tahap persiapan (preparasi), Seleksi dan Persiapan Pohon Induk
Tahapan ini dilakukan sebelum eksplan diambil untuk perbanyakan. Pohon induk yang akan digunakan sebagai sumber eksplan harus dipilih secara hati-hati. Pohon ini adalah pohon dari spesies atau verietas yang akan diperbanyak, mempunyai vigor yang sehat dan bebas dari gejala serangan hama atau penyakit. Kadang-kadang pohon induk atau bagian tanaman yang akan diambil sebagai eksplan perlu diperlakukan khusus agar mikropropagasi berhasil.
Perlakuan-perlakuan tersebut antara lain :
(1) Penaman di green house atau pot untuk mengurangi sumber kontaminan,
(2) Pemberian lingkungan yang sesuai atau perlakuan kimia untuk meningkatkan kecepatan multiplikasi dalam kondisi in-vitro,
(3) Indexing atau prosedur lain untuk mengetahui adanya penyakit sistemik oleh virus atau bakteri,
(4) Perangsangan pertumbuhan tunas-tunas dorman, dll.

Pada permulaan pengerjaan kultur jaringan problem terbesar yang dihadapi adalah mengatasi kontaminasi. Tempat pengambilan eksplan sangat berpengaruh besarnya resiko kontaminasi oleh infeksi jamur. Eksplan yang diambil dari rumah kaca yang terjamin kondisi kehegienisannya akan jauh dapat mengurangi resiko terkontaminasi oleh infeksi jamur dibanding bila eksplan diambil dari lapangan. Namun ada yang lebih sulit untuk menghindari kontaminasi terhadap bakteri, karena sering sulit untuk membedakan apakah kontaminasi tersebut berasal dari bakteri endogin atau eksogin.

Idialnya tanaman induk yang akan dijadikan sebagai eksplan sebaiknya ditanam di dalam rumah kaca yang terjaga kehegienisannya. Ini tidak hanya dapat mereduksi populasi jumlah mikroorganisme yang hidup di permukaan tanaman, tetapi juga membantu untuk memproduksi tanaman berkualitas.

Pada tahap 0 termasuk juga beberapa intervensi yang dapat membuat eksplan lebih sesuai atau lebih siap sebagai material awal. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam tanaman induk kultur jaringan adalah cahaya, temperatur dan zat pengatur tumbuh.

Cahaya. Pada tanaman petunia yang diberi perlakuan cahaya sinar merah dengan panjang gelombang 640-700 nm pada sore hari dapat memacu pertumbuhan percabangan sedangan pada tanaman yang disinari dengan panjang gelombang 700-795 nm menyebabkan pertumbuhan tumbuhan tunas terminal yang tegak dan tidak menghasilkan tunas horizontal. Lebih jauh, jika helaian daunnya digunakan sebagai eksplan pada perlakuan panjang gelombang 640-700 nm akan dapat memproduksi lebih banyak tunas per eksplan dibandingkan pada eksplan yang berasal dari tanaman yang diberi perlakuan dengan panjang gelombang 700-795 nm.

Temperatur. Umbi lapis (bulbus) tanaman kebanyakan mengalami dormansi, untuk memecahkan dormansi dan memacu pertumbuhan perlu adanya perlakuan penyimpanan di dalam ruang dingin dengan temperatur 4o C untuk umbi bunga lili. Perlakuan temperatur dingin juga dapat memacu pertumbuhan anak umbi (bulblet) yang lebih berat pada tanaman hyacin setelah disimpan selama 70 hari pada suhu 15o C.

Zat pengatur tumbuh. Adanya BA pada perkecambahan biji Brassica campestris, dapat menyebabkan kotiledon yang diambil dari perkecambahan tersebut akan lebih mudah melakukan regenerasi lebih efisien. Untuk menambah respon eksplan tanaman kayu, tanaman induk dapat diperlakuan dengan larutan sucrose, 8-hydroxyquinoline citrate, BA dan GA3.


Tahap 1: tahap awal atau induksi (Inisiasi)
Tahap awal ini amat sangat penting dan menentukan bagi keberhasilan mikropropagasi. Keberhasilan tahap ini pertama kali terlihat dari keberhasilan penanaman eksplan pada kondisi aseptis (bebas dari segala kontaminan) dan harus diikuti dengan pertumbuhan awal eksplan sesuai tujuan penanamannya (misalnya: perpanjangan pucuk, pertumbuhan awal tunas, atau pertumbuhan kalus pada eksplan). Setelah 1 – 2 minggu inkubasi, kultur yang terkontaminasi oleh bakteri atau jamur (baik pada media maupun eksplannya) dibuang. Tahap ini selesai dan kultur bisa dipindahkan ke tahap berikutnya bila eksplan yang tidak terkontaminasi telah tumbuh sesuai dengan harapan (misalnya tunas lateral atau tunas adventif tumbuh). Untuk eksplan yang mengalami kontaminasi berat atau yang sulit untuk disterilisasi maka eksplan terlebih dahulu dapat ditanam pada media inkubasi atau establishment yaitu media yang hanya mengandung gula dan agar saja dengan tujuan untuk isolasi eskplan yang tidak terkontaminasi sebelum diinisiasi pada tahap 1 mikropropagasi.

Tujuan dari tahap ini adalah memproduksi kultur axenic. Untuk kebanyakan pekerjaan mikropropagasi, eksplan yang dipilih adalah tunas aksilar atau terminal; hanya pada tanaman terbatas eksplan yang digunakan dapat dari potongan daun seperti pada Begonia dan Saintpaulia (African violet) atau perbungaan pada tanaman Gerbera spp.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada keberhasilan pada tahap ini adalah:
Umur tanaman induk
Umur fisiologis dari eksplan
Tahap perkembangan dari eksplan
Ukuran dari eksplan.
Reaksi hipersensitif:

Ketika jaringan tanaman diekspos pada situasi stress seperti luka mekanikal, metabolisme fenolik komplek tersimulasi. Intervensi ini menyebabkan reaksi hipersensitif, seperti:
Melepaskan isi sel-sel yang rusak.
Reaksi-reaksi di dalam sel-sel tetangganya tetapi tanpa menunjukkan gejala adanya luka itu sendiri.

Dan / atau mati premature dari sel-sel yang spesifik dalan lingkungan luka atau tempat infeksi.
Pada umumnya metabolisme fenolik komplek mempunyai 3 tipe reaksi dalam merespon stress atau luka, yakni:
Oksidasi dari terbentuknya fenolik komplek (mumculnya senyawa quinon dan material polymerisasi).
Pembentukan turunan monomerik.
Pembentukan turunan polimer fenolik.

Pembentukan monomer fenolik di dalam jaringan dapat memacu untuk mengakumulasi sejumlah besar produk, atau munculnya produk baru yang berperan dalam mekanisme proteksi dari jaringan yang luka. Peranan dari pruduk ini dapat membentuk pembatas fisik melawan invasi (seperti lignin), atau senyawa inhibitor dari pertumbuhan mikrobia (seperti quinon atau fitoalexin).

Umumnya, jaringan mengandung senyawa fenolik komplek berkonsentrasi tinggi, maka jaringan tersebut sulit untuk dikulturkan. Senyawa fenol adalah produk yang labil dan sangat mudah teroksidasi dan fenol teroksidasi dapat menjadi fitotoksit. Strategi untuk mereduksi atau menghilangkan senyawa fenolik komplek tersebut adalah:
Mencuci atau membersihkan pruduk senyawa fenolik komplek dengan membersihkannya dengan merendam kedalam air pada jangka yang panjang atau mengabsorbsinya dengan arang aktif atay senyawa polyvinylpyrrolidone).

Mmenghambat kerja enzim fenolase menggunakan agen khelat.
Mereduksi aktifitas fenolase dan kemampuan substrat dengan menggunakan pHrendah, dengan penambahan senyawa antioksidan seperti: asam askorbat, asam sitrat atau menginkubasikan kultur di dalam ruang gelap.

Mereduksi terjadinya stress pada eksplan, terutama pada waktu sterilisasi atau penanaman, induk tanaman yang higienis dapat mengurangi stress.
Penggunaan mikroelemen tertentu dapat menyetimulasi terbentuknya senyawa fenol, seperti Mn2+ (berperan sebagai cofactor peroksidasi) dan Cu2+ (merupakan bagian dari enzim fenolase komplek). Oleh karena itu untuk jaringan yang menghasilkan fenolik komplek berlebihan disarankan untuk mengurangi konsentrasi atau tidak menggunakan unsur tersebut dalam media.

Menginkubasikan kultur dalam ruangan yang bersuhu rendah.
Sebaiknya sebelum eksplan ditanam pada media perlakuan ditempatkan pada media tanpa zat pengatur tumbuh untuk mengurangi terjadinya pencoklatan atau penghitaman pada eksplan.

Tahap 2 : Tahap perbanyakan (Multiplikasi)
Tujuan dari tahapan ini adalah untuk memperoleh dan memperbanyak tunas. Kultur axenik yang telah dihasilkan pada tahap I pada tahap II dipindahkan pada media yang kaya akan cytokinin agar eksplan dapat menghasilkan tunas yang banyak yang selanjutnya pada tahap III nanti tunas-tunas tersebut dipindahkan pada media pengakaran untuk memacu pertumbuhan akar.

Pada tahap ini, eksplan dapat juga membentuk kalus (callogenesis) atau membentuk tunas (caulogenesis). Pada pertumbuhan kalus sering dihasilkan embrioid dan setiap embrioid nantinya akan membentuk individu tanaman baru (somatic embriogenesis), atau kadang memproduksi meristemoid yang akan tumbuh menjadi tunas (organogenesis). Callogenesis sering menimbulkanterjadinya aberasi genetik yang dikena dengan istilah variasi somaklonal, sehingga tanaman yang dihasilkan tidak identik dengan tanaman induknya.

Cara lain yaitu tengantung dari jenis organ yang digunakan sebagai eksplan, seperti pada tanaman Saintpaulias dan Begonia rex, eksplan yang digunakan biasanya berupa: akar, daun atau tangkai daun, akan dihasilkan tunas yang dikenal dengan istilah tunas advintif. Tanaman yang dihasilkan dari tenik ini adalah identik dengan induknya. Jarang terjadi abnormalisasi genetic apabila digunakan tunas ketiak atau ujung sebagai eksplan asal melalui pertumbuhan caulogenesis..

Tunas yang diperoleh pada tahapan ini digunakan sebagai bahan perbanyakan berikutnya, oleh karena itu pada tahapan ini dilakukan banyak sub kultur untuk melipatgandakan jumlah plantlet yang dihasilkan. Pada tahapan ini, tunas yang dihasilkan dipotong-potong dengan teknik single-node/ multiple node culture maupun dengan mengambil pucuknya sebagai eksplan untuk perbanyakan. Bahan tersebut kemudian ditanam pada media baru yang umumnya mengandung sitokinin pada konsentrasi yang lebih tinggi dari auksin. Pada tahap ini dapat digunakan media cair (media tanpa agar), semi padat maupun media padat. Dengan modifikasi media yang sesuai, tunas-tunas baru akan tumbuh dari potongan eksplan. Tahapan ini umumnya dilakukan sebanyak 8 – 10 kali sehingga akan dapat dihasilkan sejumlah besar tunas (ribuan tunas) dari satu eksplan pada tahapan inisiasi. Tunas tersebut selanjutnya dibesarkan atau diakarkan pada tahap mikropropagasi berikutnya.

Tahap 3 : Persiapan plantlet sebelum aklimatisasi (tahapan pengakaran)
Tunas atau plantlet yang dihasilkan dari tahapan ke 2 tersebut umumnya masih sangat kecil atau tunas yang belum dilengkapi dengan akar sehingga belum mampu untuk mendukung pertumbuhannya dalam kondisi in-vivo. Oleh karena itu, dalam tahap ini masing-masing plantlet yang dihasilkan ditumbuhkan untuk pembesaran, pengakaran dan perangsangan aktifitas fotosintesisnya. Teknik untuk mendapatkan plantula yang siap untuk di pindahkan ke media terrestrial pada tahap IV antara lain, adalah:
(1) Media untuk pengakaran dan perpanjangan tunas. Media perakaran yang digunakan tanpa penambahan zat pengatur tumbuh. Kluster tunas yang dihasilkan pada tahap II disimpan pada media tanpa ZPT dengan kelembaban yang sangat tinggi.
(2) Individu tunas (propagul) disubkultur ke media dengan mengurangi konsentrasi atau tanpa penambahan sitokinin dan menambah konsentrasi auxin serta kadang dengan mengurangi konsentrasi senyawa anorganik. Pada beberapa jenis tanaman pengakaran dapat dilakukan dengan cara menempakan tunas hasil tahap II (propagul) diletakan pada aerasi media cair lebih baik dari pada pada media padat. Atau dengan cara memindahkan propagul ke media yang berisi auxin selama 1-2 hari, kemudian disubkultur lagi ke media tanpa auxin (induksi akar dipacu oleh adanya auxin, tetapi pertumbuhan akar dapat dihambat oleh keberadaan auxin dalam media). Atau propagul dicelupkan dalam larutan pangakaran (auxin) sebentar dan selanjutnya ditanam dalam medium tanpa auxin.
(3) Tahapan pemanjangan ini dapat ditempuh dengan cara meletakan propagul medium agar tanpa atau dengan konsentrasi yang sangat rendah sitokinin selamas 2-4 minggu. Pada beberapa tanaman menggunakan penambahan GA3 dalam medium. Selanjutnya propagul dipindahkan ke media lainnya seperti teknik sebelumnya.
(4) Penggunaan media praaklimatisasi dan lingkungan kultur dengan penyinaran yang lebih intensitas cahayanya untuk perangsangan aktifitas fotosintesis misalnya penggunaan media dengan konsentrasi gula rendah/tanpa gula, penambahan intensitas cahaya, perlakuan dengan carbon dioksida, dll.

Tahap 4 : Aklimatisasi
Tahapan aklimatisasi ini adalah tahap pemindahan plantet dari kondisi in-vitro ke kondisi in-vivo. Tahap ini sangat penting dan harus dilakukan secara hati-hati, karena jika tidak dilakukan dengan baik maka sebagian besar plantet yang dihasilkan dapat mati/musnah. Plantlet dikeluarkan dari botol dan agar yang melekat pada akarnya dibersihkan, direndam dalam larutan fungisida, lalu ditanam dalam kompos atau medium porous yang bersih untuk merangsang pembentukan akar-akar serabutnya. Untuk mencegah kematian plantlet akibat transpirasi, plantlet disungkup dengan plastik atau ditempatkan pada ruangan dengan kelembaban tinggi, dengan suhu ruangan dan diletakkan ditempat yang ternaungi dengan intensitas cahaya 30 %. Pada kasus tertentu, daun tanaman disemprot dengan anti transpirant (misalnya Abscicic acid) untuk mencegah penguapan yang terlalu besar dari daun. Secara perlahan, kelembaban dikurangi dan intensitas cahaya ditambah untuk merangsang fotosintesis.

0 comments:

Get paid To Promote at any Location Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly. target="_blank> Software Iklan Baris Massal Web Hosting Bisnis di Internet

  © Blogger Templates Columnus by Abang Leston 2008

Back to TOP